Bahaya Baru di Era Digital: 77% Korban Alami Kerugian Finansial
24 Oct 2025

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) sedang jadi topik hangat di seluruh dunia, mulai dari asisten virtual, kamera ponsel, sampai sistem keamanan saat ini hampir seluruhnya menggunakan AI untuk membantu memudahkan banyak aspek kehidupan manusia. Namun, di balik sisi positif itu, ada bahaya yang tak kalah besar, kecerdasan buatan atau AI kini juga digunakan untuk menipu. Dua bentuk yang paling menonjol adalah deepfake dan voice cloning, teknologi yang membuat wajah dan suara bisa ditiru dengan sangat meyakinkan. Menurut laporan McAfee*, satu dari sepuluh orang di dunia pernah menerima pesan dari AI voice clone, dan lebih dari 77% diantaranya mengalami kerugian finansial karena hal tersebut. Data ini mengungkap bahwa ancaman ini bukan lagi sesuatu yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Siapa pun bisa jadi target—mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat publik. Deepfake memanfaatkan algoritma AI untuk memanipulasi gambar dan video, di mana wajah seseorang bisa ditempelkan ke tubuh orang lain, atau dibuat berbicara dengan kata-kata yang tak pernah ia ucapkan. Kebanyakan yang terjadi, saat pertama kali melihatnya, hasilnya nyaris mustahil dibedakan dari aslinya. Inilah yang membuat deepfake menjadi alat berbahaya, terutama jika dipakai untuk menyebar disinformasi politik, mencemarkan nama baik, atau memicu konflik sosial. Jika deepfake menyerang sisi visual, AI yang menggunakan voice cloning mengincar pendengaran. Dengan sampel suara yang hanya beberapa detik, AI dapat membuat rekaman baru yang terdengar identik dengan pemilik suara asli. Modus penipuan yang marak adalah meniru suara anggota keluarga atau atasan untuk meminta transfer uang. Karena terdengar begitu familiar, korban cenderung percaya tanpa berpikir panjang. Akibat penyalahgunaan teknologi ini bisa sangat luas. Pada tingkatan individu, kerugian finansial adalah yang paling banyak terjadi. Sedangkan untuk level korporasi, reputasi perusahaan bisa runtuh hanya karena video atau audio palsu tersebar luas. Bahkan, di ranah pertahanan dan keamanan nasional, deepfake dan voice clone berpotensi dipakai sebagai senjata psikologis untuk melemahkan kepercayaan publik atau menyebarkan kepanikan di tengah masyarakat Menghadapi ancaman ini, kewaspadaan digital menjadi kunci. Masyarakat perlu memahami bahwa tidak semua yang terlihat nyata itu benar. Beberapa langkah sederhana bisa membantu: Selalu verifikasi panggilan, pesan, atau video, terutama jika menyangkut uang atau informasi sensitif lainnya. Gunakan kode verifikasi pribadi dalam keluarga atau kantor yang hanya diketahui pihak tertentu, untuk meminimalisir terjadinya penipuan. Waspadai permintaan mendadak yang disertai tekanan emosional, karena sering kali inilah pintu masuk penipu untuk dengan mudah mengelabui calon korbannya. Selain itu, platform digital dan regulator juga dituntut untuk bergerak lebih cepat. Sistem deteksi deepfake, kebijakan moderasi konten, hingga literasi digital massal perlu diperkuat agar masyarakat tidak dibiarkan menghadapi ancaman ini sendirian. Di sektor pertahanan dan keamanan, ancaman deepfake dan voice cloning sudah dianggap serius. Negara-negara mulai mengembangkan sistem intelijen siber (cyber intelligence) untuk mendeteksi manipulasi informasi sejak dini. Ancaman perang modern kini tidak hanya di darat, laut, atau udara, tetapi juga di ruang digital yang mempengaruhi opini publik dan stabilitas sosial. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertahanan dan teknologi, Republikorp tentunya juga menyadari bahwa tren ini tidak bisa diabaikan. Kesadaran publik perlu ditingkatkan, dan sistem keamanan informasi harus diperkuat. Bagi Republikorp, menghadapi deepfake dan voice cloning bukan hanya soal melawan penipuan digital, melainkan juga bagian dari menjaga kedaulatan informasi bangsa. Dengan demikian, AI bukan lagi sekadar alat yang membantu kehidupan sehari-hari. Ketika disalahgunakan, ia bisa menjadi senjata penipuan yang berbahaya. Kuncinya ada pada kewaspadaan masyarakat, ketegasan regulasi, serta kesiapan sektor pertahanan menghadapi ancaman baru ini. Republikorp, bersama ekosistem teknologi dan keamanan nasional, mengambil bagian dalam menjaga agar teknologi tetap berpihak pada kebaikan, bukan kebohongan.
